© 2008-2012 by the author Muhammad Rantauan Alwi.
The author retains sole copyright to this work.
2008
The author retains sole copyright to this work.
2008
[0001]
Munajah⁽¹⁾
Di keheningan
Di keheningan
Kumerebah beralas sajadah
Mataku mengkristal keluh
Hatiku lirih berbisik:
"Tuhan, tukarlah linangan ini
dengan secercah harapan".
— Rantauan Hindra Jaya
Pucangan - Kartasura, Juli 2008
2011
[0002]
Masihkah Kau Ingat
: St. Fatima
Masihkah kau ingat
pada mataku yang liar
tatkala memandang bibirmu yang nakal
Masihkah kau ingat
pada apa di dirimu yang kucuri darimu
"aku masih menyimpan matamu yang sayu
dan sungging senyum di wajahmu yang ayu"
Masihkah kau ingat?
— Rantauan Hindra Jaya
Sedahromo Lor - Kartasura, 01 Januari 2011
[0003]
— Rantauan Hindra Jaya
Pucangan - Kartasura, Juli 2008
2011
[0002]
Masihkah Kau Ingat
: St. Fatima
Masihkah kau ingat
pada mataku yang liar
tatkala memandang bibirmu yang nakal
Masihkah kau ingat
pada apa di dirimu yang kucuri darimu
"aku masih menyimpan matamu yang sayu
dan sungging senyum di wajahmu yang ayu"
Masihkah kau ingat?
— Rantauan Hindra Jaya
Sedahromo Lor - Kartasura, 01 Januari 2011
[0003]
Kabar dari Ibu
: Ilham Alwi
Nak, adikmu masih cedera
wajah dan tubuhnya
memar, penuh luka.
Nak, adikmu masih di ibukota
nekat hidup sebatangkara
padahal belum kering lukanya.
Nak, langitkan doamu
agar segera kering luka adikmu.
— Rantauan Hindra Jaya
Kartasura, 08 Januari 2011 17:18 WIB
[0004]
Semiotika Jalanan
: catatan peristiwa
pada dering klakson dan desing mesin
pada laju angkuh kendaraan
pada isyarat rambu dan marka
pada hirukpikuk dan lalulalang
pada rengekan pengemis dan gelandangan
pada lantunan sumbang pengamen
pada rayuan pedagang asongan
pada teriakan calo dan kernet
pada perkelahian sopir saat berebut penumpang
ada potret kesenjangan
yang terbaca dalam bahasa jalanan
— M. Rantauan Alwi
Solo, 10 Januari 2011
[0005]
Dokumen Mati Serupa Mantra
Kitab suci
kini seperti dokumen mati
ditulis indah
terpahat pada lempeng sejarah
menghiasi rumahrumah ibadah
menjadi rajah
jimat bagi para penjarah.
Kitab suci
ayatayatnya serupa mantra
dibaca di rumahrumah doa
di pestapesta
di tempattempat berbahaya
untuk mewujudkan nyata
menjerat elok dunia
dan sekedar mengusir hantu belaka.
Kitab suci adalah benda keramat
yang kini tak sempat terbaca pesannya.
— Muhammad Rantauan Alwiy
Kartasura, 09 Januari 2011 10:35 WIB
[0006]
Nestapamu
: untuk seorang kawan
luka yang kau semai itu
kini mendakwamu
di keheningan
cinta yang bersinar itu
kini menjeratmu
di kesunyian
kawan, kisah nestapamu itu
rangkuman insomniaku
— M. Rantauan Alwi
Kartasura, 15 Januari 2011
[0007]
Arti Sebuah Nama
Muhammad
: sebentuk rasa syukur dan hormat
Rantauan
: sebentuk penghargaan
Alwi
: sebentuk kasih sebentuk cinta
Muhammad Rantauan Alwi
: selarik doa
— Rantauan Hindra Jaya
Kartasura, 22 Januari 2011
[0008]
Rindu Kampung Halaman
ada kerinduan
pada kampung halaman
setelah sekian tahun kutinggalkan
untuk mengais keberuntungan
yang kini belum kudapatkan
apa yang kucari
memang tak kutemukan di sini
materi telah menyita kreasi
cinta terlanjur jadi igauan ngeri
dan aku harus pergi
tinggalkan keangkuhan kota ini
untuk pencerahan di kampung sendiri
kehangatan pertemanan
akan selalu kurindukan
kelak di kampung halaman
kenangan indah di perantauan
akan kusihir jadi baitbait tulisan
— Muhammad Rantauan Alwi
06 Februari 2011
[0009]
Ayatayat Berdarah⁽²⁾
darah mengalir dari ayatayat
yang dipahami dengan tafsir kebencian
amarah atas takwil keimanan
menanggalkan rasa kemanusiaan
ah ngeri!
nama Tuhan jadi legitimasi
dan pekikan pembakar emosi
untuk habisi nyawa saudara sendiri
aku heran!
dulu takpernah disoal
warnawarna dan perbedaan
seharusnya hal itu biasa
tanpa kekerasan dan aniaya
— Muhammad Rantauan Alwiy
Kartasura, 08 Februari 2011
[0010]
Kebisuan
sungguh,
aku tak mampu menatapmu
matamu tajam menyayat nyaliku
bahkan seuntas senyummu
pun mengkelukan lidahku
entah mengapa,
sebuncah takut membungkam mulutku
: bisu
meski sekuntum harap
kian menggemuruhkan ratap hatiku
aku memang pengecut bernyali ciut
yang sembunyi di balik tirai kebisuan
sambil merapal mantra melangitkan doadoa
mantra dan doa selalu ada
saban kau melintas di mata
saban kau melintas di kepala
— Muhammad Rantauan Alwi
Semarang, 06 April 2011
[0011]
Kabut Wajahmu
aku melihat kabut wajahmu melintas di sepanjang jalan
yang membelah paha perbukitan
bayangmu setubuhi rerimbunan tanpa cahaya
dan malam itu, bulan memang tak berbaring di hamparan cakrawala
kualihkan pandangan dari jendela kendaraan
yang membingkai cakrawala malam itu
dan sengaja kupejamkan mata untuk menepis bayang wajahmu
aku ingin melelapkan kesadaran sampai tujuan perjalanan
meski akhirnya, mimpi masih memberimu
ruang untuk terus mengikutiku
ah, kau ini tak pernah lelah
menjadikan pikiran dan hatiku sebagai rumah
tak bosanbosan kau terus mengganggu
belum mati saja kau sudah jadi hantu
— Muhammad Rantauan Alwi
Semarang, 13 April 2011
[0012]
Munajah II
Malam ini, aku rubuh bersimpuh
Mataku melepuh mengkristal keluh
Hatiku mengaduh atas hidup yang kian terasa rapuh
Ah, nista selalu saja membawa nestapa
Sesalnya tak kunjung menyembuhkan luka
Dukanya memekatkan cakrawala asa
Tuhan, aku ini seperti penjilat
Datang padaMu tatkala butuh dan ingat
Merintih saat persoalan berat menjerat
Memohon ampun tapi berulangkali pada dosa terpikat
Tuhan, tentu saja kau mengerti
Kali ini aku menghadapMu bukan tanpa tendensi
Pendekatanku selalu saja tendensius
Mengharap rahmatMu tak pernah putus
Tuhan, dalam hening munajahku ini
Bersamamu sungguh tenteramkan hati
— Muhammad Rantauan Alwi
Semarang, 28 April 2011
[0013]
Ternyata
ternyata bahagia itu
senyum dan sapamu
ternyata rindu itu
saat kau dan aku berjarak
ternyata cinta itu
kau dan aku satu
ternyata kau ternyata
dari sekian bayang yang kucipta
ternyata kau memang ternyata
— Muhammad Rantauan Alwi
Kartasura, 22 Oktober 2011
[0014]
Mahabbah⁽³⁾
Cinta itu gelisah
yang mengentalkan secangkir kopi
dan menghabiskan batang cigarette
Cinta itu insomnia
yang melahirkan sajaksajak
dan mengotorkan asbak
Cinta itu air mata
yang jatuh di hamparan sajadah
lalu menenggelamkanku ke dalam fana
— Muhammad Rantauan Alwi
Kartasura, 24 Oktober 2011
[0015]
Note 09112011
dalam renyai hujan malam ini
lantunan romantic melodies
menghangatkan lembab jiwaku
mengingatkanku pada detik
yang tertinggal di depan pintumu
aku masih menyimpan senyummu
yang merekah selepas isya'
mencoba menerka maknanya, mendugaduga
ah, barangkali itu hanya efek rekam kecupan
yang kutanggalkan di keningmu
sayang, manis wajahmu
takkan pernah tawar untukku
— Muhammad Rantauan Alwi
Kartasura, 10 November 2011
[0016]
Aku Ingin Mencintaimu
aku ingin mencintaimu dengan hati
mendekap jiwamu dengan nurani
menyentuh, membelaimu dengan akal
melepas naluriku yang nakal
oh, maafkan aku
yang mengecup keningmu
tanpa birahi
sebab, hasratku tertinggal
di sudut kamar mandi
— Muhammad Ratauan Alwi
Kartasura, 11 November 2011
[0017]
Biasanya
: Luru Jyoti Kisworo, ketika di Jogjakarta
Biasanya, aku mendengar ayatayat
yang kau baca di tepi senja
memperhatikanmu melafal alif hingga ya
Biasanya, aku melihat candamu selepas isya
menemanimu menelan bukubuku
hingga kau terantuk di pangkuan pahammu
Dik, kali ini huruf-huruf berhamburan
sebelum ayatayat itu terbaca
— Muhammad Rantauan Alwi
Kartasura, 12 November 2011
[0018]
Rindu Subuh
: buat ayahku
ayah, rindu melembabkan mataku
bila kuingat nyala senja
memutih di rambutmu
tubuhmu yang sepuh
masih saja menjadi wasilah
ikhtiar penguat doaku
ayah, setidaknya rinduku terbayar
di waktu fajar
saat berdering handphoneku
di setiap kau tanyakan subuhku
— Muhammad Rantauan Alwi
Kartasura, 13 November 2011
[0019]
Menitis di Air Mataku
di lembarlembar lusuh
aku memahat detik
menamai suka dan luka
mengemis gairah menduga rahmah
kini, warna waktu menitis di air mataku
— Muhammad Rantauan Alwi
Kartasura, 04 Desember 2011
[0020]
Derit Hatimu
usai jemariku menyisir rambutmu
dan bibirku menandai keningmu
selalu saja aku menepikan diri
di sudut teras langgar ini
menanti bisik dalam remang merkuri
berguru pada hening
mengenai ungkapan yang lebih sutra
ketimbang sisir dan tanda
sembari berharap kelak
mendengar derit hatimu terbuka
— Muhammad Rantauan Alwi
Kartasura, 06 Desember 2011/ 10 Muharram 1433H
[0021]
Kupinta Cahaya
ini hari, di mana tak kulihat warna cahaya
indah memancar sumringah di wajahmu
aku resah, kalaukalau kau sembunyikan amarah
bagi pecinta sepertiku, senyummu terangi jiwa
membuat serutan derita di hatiku berangsur sirna
sayang, bila kilau jiwamu merona
sajaksajakku jadi bernyawa
— Muhammad Rantauan Alwi
Kartasura, 06 Desember 2011
[0022]
Nostalgia
di pelataran rumah ini
kenakalan berakar belukar
sementara wijayakusuma
masih terus saja berbunga
mengharumkan nostalgia
jejak kecil kita
— Muhammad Rantauan Alwi
Semarang, 08 Desember 2011
[0023]
Rindu dan Sepi
masih saja terlintas bayangmu
di setiap sudut tatapan jiwaku
meski baru beberapa jam di sini
rasanya, aku telah menghitung hari
ayatayat pun kubaca
sembari berharap rinduku padamu sirna
: tapi tak bisa
lalu, dengan bukubuku
kulipat waktu, kutepis hasrat bertemu
: tapi tak mampu
sejenak tanpamu
biarlah aku mengusir sepi
dengan baitbait puisi
— Muhammad Rantauan Alwi
Semarang, 08 Desember 2011
[0024]
Aku Ingin
aku ingin mencintaimu
dengan optimis
meski sikapmu yang manis
begitu mistis
aku ingin mencintaimu
tanpa pesimis
sehingga harap dan tangis
begitu puitis
— Muhammad Rantauan Alwi
Kartasura, 16 Desember 2011 09:45 WIB
[0025]
Ecstasy of Love
Tonight,
love has made me
sit in silence
I befriend lonely
until I found ecstasy
in poetry
— M. Rantauan Alwi
Kartasura, 20 December 2011
[0026]
Tak Seindah Mama
: a poetry for mama on mother's day
banyak ibu di perantauanku
menderma kasih menganakkanku
tapi, setulus apapun mereka
tetap saja tak seindah mama
oh, betapa rinduku pada mama
senantiasa nyaring dalam hening doadoa
— Muhammad Rantauan Alwi
Kartasura, 22 Desember 2011
[0027]
Selepas Maghrib
: An appreciation to Luru Jyoti Kisworo
bukankah selepas maghrib
kau dan aku
membaca ayatayat estetis
dan menyelam
di kedalaman maknanya yang mistis
bukankah selepas maghrib
aku bertandang ke rumahmu
dan cintaku berlabuh di hatimu
— Muhammad Rantauan Alwi
Kartasura, 25 Desember 2011
[0028]
Apa di Diriku
apa di diriku
adalah reinkarnasi kejadian
yang berabadabad denyutnya
melahirkan peradaban
apa di diriku
adalah romantika keindahan
yang terlukis di kanvas kata
menyampah di rumahrumah baca
apa di diriku
adalah sebab sua adam dan hawa
setelah mereka terpisah lama
akibat menelan jakun dan payudara
— Muhammad Rantauan Alwi
Kartasura, 26 Desember 2011
2012
[0029]
Penyihir Hati Dermaga Cintaku
akulah yang menepikan hati
di eksotis jiwamu,
hingga kecamuk badai gamang
tak lagi menyerut derita panjang.
seperti yang sudahsudah,
kaulah sang penyihir itu,
penepis sedih pembesar hatiku.
dan sihir itu,
ada di lentik bulu matamu,
ada di kerling indah tatapanmu.
sementara, senyummu yang melesungpipit itu,
selalu saja menghentikan badai resahku,
membuat nyalang mataku
betah tertahan di ayu wajahmu.
kini, aku tak pernah ragu,
menjadikanmu labuhan akhir dermaga cintaku.
— Muhammad Rantauan Alwi
Kartasura, 04 Januari 2012
[0030]
Candu
semenjak kau memikat hatiku
madahmadah cinta membuai merdu
menjadi candu tatkala rindu
merasuk kalbu
— Muhammad Rantauan Alwi
Kartasura, 06 Januari 2012
[0031]
Kaulah
kaulah yang membuat imajiku menari
mengikuti ritme kegilaan Nizami
yang mengilhami Rumi
menulis Matsnawi
— Muhammad Rantauan Alwi
Kartasura, 06 Januari 2012
[0032]
Ketika Kau Bertanya
: Ketika kau bertanya tentang siapa
yang berdenyut di madah-madah cinta
tiba-tiba lidahku kelu
mulutku terbungkam kaku
lalu kuhela nafas panjang
sebab hampir saja hatiku telanjang
— Muhammad Rantauan Alwi
Kartasura, 06 Januari 2012
[0033]
Hujan Malam Ini
hujan malam ini
seakan menertawai air mata kerinduan
— Muhammad Rantauan Alwi
07 Januari 2012
[0034]
Sejenak Istirah
sayang, demi sekuntum gairah
aku butuh sejenak istirah
dari hal ihwal yang membuat hatiku gelisah
— Muhammad Rantauan Alwi
Kartasura, 10 Januari 2012
[0035]
Sejenak Melupakanmu
biarkanlah aku sejenak melupakanmu
menata diri di ruang mimpiku
sesekali kutitipkan rindu pada sajak-sajakku
karena aku tak ingin mati di ingatanmu
— Muhammad Rantauan Alwi
Kartasura, 10 Januari 2012
[0036]
Tak ada lagi hantu
masa lalu, yang kau juga tahu
sudah kukubur mayatnya
dan hantu bekas kekasihku itu
tak lagi melintas di kepala
kini, di lembaran sajakku
hanya kau yang ada
____________________
sayang, kau adalah kini
jangan pernah berpikir sebagai pengganti
sebab, kau labuhan hati
yang menghidupkan baitbait puisi
— M. Rantauan Alwi
Kartasura, 24 Januari 2012
[0037]
Pada Sebuah Lagu
Betapa malam ini
"Tak Lekang Oleh Waktu"⁽⁴⁾ membuai merdu
Aku hanyut dalam lantunan lagu
Yang liriknya hampir mirip kisahku
Kuputar berulang-ulang lagu itu
Saat aku tertatih-tatih menghapus wajahmu
Yang terlanjur terlukis di kanvas hatiku
Malam semakin larut
Hatiku kian berkabut
Aku masih tak mampu menepis
Wajahmu yang manis dan senyummu yang mistis
Berulangkali kuhela nafas panjang
Sesekali kuhisap rokokku dalam-dalam
Kutiupkan asapnya ke arah pandang mata
Kusaksikan harapan itu ternyata masih ada
Melangit bersama kepulannya
Menerawang Cakrawala
Sayang, di benakku masih tersimpan harapan...
Sembari menghidupkan sajak-sajakku yang belum mapan
Kubiarkan kau sejenak diliputi kebahagiaan
— Muhammad Rantauan Alwi
Kartasura, 26 Januari 2012
[0038]
Gadis Kuncup Kembang
: Luru Jyoti Kisworo
aku masih mengingat kenakalan kecilmu yang lucu
: saat di mana kau menyembunyikan alas kakiku
ketika aku hendak meninggalkan rumahmu
: saat di mana kau dan aku saling menebak sesuatu
dan ketika kau mengalahkanku, lantas kau menghukumku
memintaku untuk mengelilingi kampungmu
sungguh, aku sering tersenyum geli bila mengingat hal itu
saat aku berada di kampung halaman
warna waktu itu masih saja kusimpan
membuatku larut dalam kerinduan
kini, kau jadi kuncup kembang
yang membuatku kepayang
manakala manis wajahmu terbayang
— Muhammad Rantauan Alwi
Kartasura, 28-29 Januari 2012
[0039]
Membaca Waktu
kita tak sepenuhnya mampu membaca waktu
yang kita tahu hanya sebagian dari kini dan lalu
sementara esok adalah dugaan yang belum tentu
atau sekuntum harap yang kini terdengar syahdu
dalam hening doa-doaku dan doa-doamu
apa yang terjadi kini, barangkali bukanlah kebetulan
mungkin saja terkait dengan rentetan
masa lalu yang kita warnai
dan doa-doa itu adalah kekuatan yang kita miliki
— Muhammad Rantauan Alwi
Kartasura, 29 Januari 2012
Catatan Kaki :
Nak, adikmu masih cedera
wajah dan tubuhnya
memar, penuh luka.
Nak, adikmu masih di ibukota
nekat hidup sebatangkara
padahal belum kering lukanya.
Nak, langitkan doamu
agar segera kering luka adikmu.
— Rantauan Hindra Jaya
Kartasura, 08 Januari 2011 17:18 WIB
[0004]
Semiotika Jalanan
: catatan peristiwa
pada dering klakson dan desing mesin
pada laju angkuh kendaraan
pada isyarat rambu dan marka
pada hirukpikuk dan lalulalang
pada rengekan pengemis dan gelandangan
pada lantunan sumbang pengamen
pada rayuan pedagang asongan
pada teriakan calo dan kernet
pada perkelahian sopir saat berebut penumpang
ada potret kesenjangan
yang terbaca dalam bahasa jalanan
— M. Rantauan Alwi
Solo, 10 Januari 2011
[0005]
Dokumen Mati Serupa Mantra
Kitab suci
kini seperti dokumen mati
ditulis indah
terpahat pada lempeng sejarah
menghiasi rumahrumah ibadah
menjadi rajah
jimat bagi para penjarah.
Kitab suci
ayatayatnya serupa mantra
dibaca di rumahrumah doa
di pestapesta
di tempattempat berbahaya
untuk mewujudkan nyata
menjerat elok dunia
dan sekedar mengusir hantu belaka.
Kitab suci adalah benda keramat
yang kini tak sempat terbaca pesannya.
— Muhammad Rantauan Alwiy
Kartasura, 09 Januari 2011 10:35 WIB
[0006]
Nestapamu
: untuk seorang kawan
luka yang kau semai itu
kini mendakwamu
di keheningan
cinta yang bersinar itu
kini menjeratmu
di kesunyian
kawan, kisah nestapamu itu
rangkuman insomniaku
— M. Rantauan Alwi
Kartasura, 15 Januari 2011
[0007]
Arti Sebuah Nama
Muhammad
: sebentuk rasa syukur dan hormat
Rantauan
: sebentuk penghargaan
Alwi
: sebentuk kasih sebentuk cinta
Muhammad Rantauan Alwi
: selarik doa
— Rantauan Hindra Jaya
Kartasura, 22 Januari 2011
[0008]
Rindu Kampung Halaman
ada kerinduan
pada kampung halaman
setelah sekian tahun kutinggalkan
untuk mengais keberuntungan
yang kini belum kudapatkan
apa yang kucari
memang tak kutemukan di sini
materi telah menyita kreasi
cinta terlanjur jadi igauan ngeri
dan aku harus pergi
tinggalkan keangkuhan kota ini
untuk pencerahan di kampung sendiri
kehangatan pertemanan
akan selalu kurindukan
kelak di kampung halaman
kenangan indah di perantauan
akan kusihir jadi baitbait tulisan
— Muhammad Rantauan Alwi
06 Februari 2011
[0009]
Ayatayat Berdarah⁽²⁾
darah mengalir dari ayatayat
yang dipahami dengan tafsir kebencian
amarah atas takwil keimanan
menanggalkan rasa kemanusiaan
ah ngeri!
nama Tuhan jadi legitimasi
dan pekikan pembakar emosi
untuk habisi nyawa saudara sendiri
aku heran!
dulu takpernah disoal
warnawarna dan perbedaan
seharusnya hal itu biasa
tanpa kekerasan dan aniaya
— Muhammad Rantauan Alwiy
Kartasura, 08 Februari 2011
[0010]
Kebisuan
sungguh,
aku tak mampu menatapmu
matamu tajam menyayat nyaliku
bahkan seuntas senyummu
pun mengkelukan lidahku
entah mengapa,
sebuncah takut membungkam mulutku
: bisu
meski sekuntum harap
kian menggemuruhkan ratap hatiku
aku memang pengecut bernyali ciut
yang sembunyi di balik tirai kebisuan
sambil merapal mantra melangitkan doadoa
mantra dan doa selalu ada
saban kau melintas di mata
saban kau melintas di kepala
— Muhammad Rantauan Alwi
Semarang, 06 April 2011
[0011]
Kabut Wajahmu
aku melihat kabut wajahmu melintas di sepanjang jalan
yang membelah paha perbukitan
bayangmu setubuhi rerimbunan tanpa cahaya
dan malam itu, bulan memang tak berbaring di hamparan cakrawala
kualihkan pandangan dari jendela kendaraan
yang membingkai cakrawala malam itu
dan sengaja kupejamkan mata untuk menepis bayang wajahmu
aku ingin melelapkan kesadaran sampai tujuan perjalanan
meski akhirnya, mimpi masih memberimu
ruang untuk terus mengikutiku
ah, kau ini tak pernah lelah
menjadikan pikiran dan hatiku sebagai rumah
tak bosanbosan kau terus mengganggu
belum mati saja kau sudah jadi hantu
— Muhammad Rantauan Alwi
Semarang, 13 April 2011
[0012]
Munajah II
Malam ini, aku rubuh bersimpuh
Mataku melepuh mengkristal keluh
Hatiku mengaduh atas hidup yang kian terasa rapuh
Ah, nista selalu saja membawa nestapa
Sesalnya tak kunjung menyembuhkan luka
Dukanya memekatkan cakrawala asa
Tuhan, aku ini seperti penjilat
Datang padaMu tatkala butuh dan ingat
Merintih saat persoalan berat menjerat
Memohon ampun tapi berulangkali pada dosa terpikat
Tuhan, tentu saja kau mengerti
Kali ini aku menghadapMu bukan tanpa tendensi
Pendekatanku selalu saja tendensius
Mengharap rahmatMu tak pernah putus
Tuhan, dalam hening munajahku ini
Bersamamu sungguh tenteramkan hati
— Muhammad Rantauan Alwi
Semarang, 28 April 2011
[0013]
Ternyata
ternyata bahagia itu
senyum dan sapamu
ternyata rindu itu
saat kau dan aku berjarak
ternyata cinta itu
kau dan aku satu
ternyata kau ternyata
dari sekian bayang yang kucipta
ternyata kau memang ternyata
— Muhammad Rantauan Alwi
Kartasura, 22 Oktober 2011
[0014]
Mahabbah⁽³⁾
Cinta itu gelisah
yang mengentalkan secangkir kopi
dan menghabiskan batang cigarette
Cinta itu insomnia
yang melahirkan sajaksajak
dan mengotorkan asbak
Cinta itu air mata
yang jatuh di hamparan sajadah
lalu menenggelamkanku ke dalam fana
— Muhammad Rantauan Alwi
Kartasura, 24 Oktober 2011
[0015]
Note 09112011
dalam renyai hujan malam ini
lantunan romantic melodies
menghangatkan lembab jiwaku
mengingatkanku pada detik
yang tertinggal di depan pintumu
aku masih menyimpan senyummu
yang merekah selepas isya'
mencoba menerka maknanya, mendugaduga
ah, barangkali itu hanya efek rekam kecupan
yang kutanggalkan di keningmu
sayang, manis wajahmu
takkan pernah tawar untukku
— Muhammad Rantauan Alwi
Kartasura, 10 November 2011
[0016]
Aku Ingin Mencintaimu
aku ingin mencintaimu dengan hati
mendekap jiwamu dengan nurani
menyentuh, membelaimu dengan akal
melepas naluriku yang nakal
oh, maafkan aku
yang mengecup keningmu
tanpa birahi
sebab, hasratku tertinggal
di sudut kamar mandi
— Muhammad Ratauan Alwi
Kartasura, 11 November 2011
[0017]
Biasanya
: Luru Jyoti Kisworo, ketika di Jogjakarta
Biasanya, aku mendengar ayatayat
yang kau baca di tepi senja
memperhatikanmu melafal alif hingga ya
Biasanya, aku melihat candamu selepas isya
menemanimu menelan bukubuku
hingga kau terantuk di pangkuan pahammu
Dik, kali ini huruf-huruf berhamburan
sebelum ayatayat itu terbaca
— Muhammad Rantauan Alwi
Kartasura, 12 November 2011
[0018]
Rindu Subuh
: buat ayahku
ayah, rindu melembabkan mataku
bila kuingat nyala senja
memutih di rambutmu
tubuhmu yang sepuh
masih saja menjadi wasilah
ikhtiar penguat doaku
ayah, setidaknya rinduku terbayar
di waktu fajar
saat berdering handphoneku
di setiap kau tanyakan subuhku
— Muhammad Rantauan Alwi
Kartasura, 13 November 2011
[0019]
Menitis di Air Mataku
di lembarlembar lusuh
aku memahat detik
menamai suka dan luka
mengemis gairah menduga rahmah
kini, warna waktu menitis di air mataku
— Muhammad Rantauan Alwi
Kartasura, 04 Desember 2011
[0020]
Derit Hatimu
usai jemariku menyisir rambutmu
dan bibirku menandai keningmu
selalu saja aku menepikan diri
di sudut teras langgar ini
menanti bisik dalam remang merkuri
berguru pada hening
mengenai ungkapan yang lebih sutra
ketimbang sisir dan tanda
sembari berharap kelak
mendengar derit hatimu terbuka
— Muhammad Rantauan Alwi
Kartasura, 06 Desember 2011/ 10 Muharram 1433H
[0021]
Kupinta Cahaya
ini hari, di mana tak kulihat warna cahaya
indah memancar sumringah di wajahmu
aku resah, kalaukalau kau sembunyikan amarah
bagi pecinta sepertiku, senyummu terangi jiwa
membuat serutan derita di hatiku berangsur sirna
sayang, bila kilau jiwamu merona
sajaksajakku jadi bernyawa
— Muhammad Rantauan Alwi
Kartasura, 06 Desember 2011
[0022]
Nostalgia
di pelataran rumah ini
kenakalan berakar belukar
sementara wijayakusuma
masih terus saja berbunga
mengharumkan nostalgia
jejak kecil kita
— Muhammad Rantauan Alwi
Semarang, 08 Desember 2011
[0023]
Rindu dan Sepi
masih saja terlintas bayangmu
di setiap sudut tatapan jiwaku
meski baru beberapa jam di sini
rasanya, aku telah menghitung hari
ayatayat pun kubaca
sembari berharap rinduku padamu sirna
: tapi tak bisa
lalu, dengan bukubuku
kulipat waktu, kutepis hasrat bertemu
: tapi tak mampu
sejenak tanpamu
biarlah aku mengusir sepi
dengan baitbait puisi
— Muhammad Rantauan Alwi
Semarang, 08 Desember 2011
[0024]
Aku Ingin
aku ingin mencintaimu
dengan optimis
meski sikapmu yang manis
begitu mistis
aku ingin mencintaimu
tanpa pesimis
sehingga harap dan tangis
begitu puitis
— Muhammad Rantauan Alwi
Kartasura, 16 Desember 2011 09:45 WIB
[0025]
Ecstasy of Love
Tonight,
love has made me
sit in silence
I befriend lonely
until I found ecstasy
in poetry
— M. Rantauan Alwi
Kartasura, 20 December 2011
[0026]
Tak Seindah Mama
: a poetry for mama on mother's day
banyak ibu di perantauanku
menderma kasih menganakkanku
tapi, setulus apapun mereka
tetap saja tak seindah mama
oh, betapa rinduku pada mama
senantiasa nyaring dalam hening doadoa
— Muhammad Rantauan Alwi
Kartasura, 22 Desember 2011
[0027]
Selepas Maghrib
: An appreciation to Luru Jyoti Kisworo
bukankah selepas maghrib
kau dan aku
membaca ayatayat estetis
dan menyelam
di kedalaman maknanya yang mistis
bukankah selepas maghrib
aku bertandang ke rumahmu
dan cintaku berlabuh di hatimu
— Muhammad Rantauan Alwi
Kartasura, 25 Desember 2011
[0028]
Apa di Diriku
apa di diriku
adalah reinkarnasi kejadian
yang berabadabad denyutnya
melahirkan peradaban
apa di diriku
adalah romantika keindahan
yang terlukis di kanvas kata
menyampah di rumahrumah baca
apa di diriku
adalah sebab sua adam dan hawa
setelah mereka terpisah lama
akibat menelan jakun dan payudara
— Muhammad Rantauan Alwi
Kartasura, 26 Desember 2011
2012
[0029]
Penyihir Hati Dermaga Cintaku
akulah yang menepikan hati
di eksotis jiwamu,
hingga kecamuk badai gamang
tak lagi menyerut derita panjang.
seperti yang sudahsudah,
kaulah sang penyihir itu,
penepis sedih pembesar hatiku.
dan sihir itu,
ada di lentik bulu matamu,
ada di kerling indah tatapanmu.
sementara, senyummu yang melesungpipit itu,
selalu saja menghentikan badai resahku,
membuat nyalang mataku
betah tertahan di ayu wajahmu.
kini, aku tak pernah ragu,
menjadikanmu labuhan akhir dermaga cintaku.
— Muhammad Rantauan Alwi
Kartasura, 04 Januari 2012
[0030]
Candu
semenjak kau memikat hatiku
madahmadah cinta membuai merdu
menjadi candu tatkala rindu
merasuk kalbu
— Muhammad Rantauan Alwi
Kartasura, 06 Januari 2012
[0031]
Kaulah
kaulah yang membuat imajiku menari
mengikuti ritme kegilaan Nizami
yang mengilhami Rumi
menulis Matsnawi
— Muhammad Rantauan Alwi
Kartasura, 06 Januari 2012
[0032]
Ketika Kau Bertanya
: Ketika kau bertanya tentang siapa
yang berdenyut di madah-madah cinta
tiba-tiba lidahku kelu
mulutku terbungkam kaku
lalu kuhela nafas panjang
sebab hampir saja hatiku telanjang
— Muhammad Rantauan Alwi
Kartasura, 06 Januari 2012
[0033]
Hujan Malam Ini
hujan malam ini
seakan menertawai air mata kerinduan
— Muhammad Rantauan Alwi
07 Januari 2012
[0034]
Sejenak Istirah
sayang, demi sekuntum gairah
aku butuh sejenak istirah
dari hal ihwal yang membuat hatiku gelisah
— Muhammad Rantauan Alwi
Kartasura, 10 Januari 2012
[0035]
Sejenak Melupakanmu
biarkanlah aku sejenak melupakanmu
menata diri di ruang mimpiku
sesekali kutitipkan rindu pada sajak-sajakku
karena aku tak ingin mati di ingatanmu
— Muhammad Rantauan Alwi
Kartasura, 10 Januari 2012
[0036]
Tak ada lagi hantu
masa lalu, yang kau juga tahu
sudah kukubur mayatnya
dan hantu bekas kekasihku itu
tak lagi melintas di kepala
kini, di lembaran sajakku
hanya kau yang ada
____________________
sayang, kau adalah kini
jangan pernah berpikir sebagai pengganti
sebab, kau labuhan hati
yang menghidupkan baitbait puisi
— M. Rantauan Alwi
Kartasura, 24 Januari 2012
[0037]
Pada Sebuah Lagu
Betapa malam ini
"Tak Lekang Oleh Waktu"⁽⁴⁾ membuai merdu
Aku hanyut dalam lantunan lagu
Yang liriknya hampir mirip kisahku
Kuputar berulang-ulang lagu itu
Saat aku tertatih-tatih menghapus wajahmu
Yang terlanjur terlukis di kanvas hatiku
Malam semakin larut
Hatiku kian berkabut
Aku masih tak mampu menepis
Wajahmu yang manis dan senyummu yang mistis
Berulangkali kuhela nafas panjang
Sesekali kuhisap rokokku dalam-dalam
Kutiupkan asapnya ke arah pandang mata
Kusaksikan harapan itu ternyata masih ada
Melangit bersama kepulannya
Menerawang Cakrawala
Sayang, di benakku masih tersimpan harapan...
Sembari menghidupkan sajak-sajakku yang belum mapan
Kubiarkan kau sejenak diliputi kebahagiaan
— Muhammad Rantauan Alwi
Kartasura, 26 Januari 2012
[0038]
Gadis Kuncup Kembang
: Luru Jyoti Kisworo
aku masih mengingat kenakalan kecilmu yang lucu
: saat di mana kau menyembunyikan alas kakiku
ketika aku hendak meninggalkan rumahmu
: saat di mana kau dan aku saling menebak sesuatu
dan ketika kau mengalahkanku, lantas kau menghukumku
memintaku untuk mengelilingi kampungmu
sungguh, aku sering tersenyum geli bila mengingat hal itu
saat aku berada di kampung halaman
warna waktu itu masih saja kusimpan
membuatku larut dalam kerinduan
kini, kau jadi kuncup kembang
yang membuatku kepayang
manakala manis wajahmu terbayang
— Muhammad Rantauan Alwi
Kartasura, 28-29 Januari 2012
[0039]
Membaca Waktu
kita tak sepenuhnya mampu membaca waktu
yang kita tahu hanya sebagian dari kini dan lalu
sementara esok adalah dugaan yang belum tentu
atau sekuntum harap yang kini terdengar syahdu
dalam hening doa-doaku dan doa-doamu
apa yang terjadi kini, barangkali bukanlah kebetulan
mungkin saja terkait dengan rentetan
masa lalu yang kita warnai
dan doa-doa itu adalah kekuatan yang kita miliki
— Muhammad Rantauan Alwi
Kartasura, 29 Januari 2012
Catatan Kaki :
- "Munajah" dimuat pada rubrik "Puisi Agustus" Buletin Sastra Pawon, Solo: Jum'at 15 Agustus 2008.
- "Ayatayat Berdarah" ditulis ketika beberapa hari sebelumnya 'kekerasan atas nama agama'—terkait dengan pembantaian warga Ahmadiyah—menjadi pemberitaan utama di berbagai media massa lokal maupun nasional. "Ayatayat Berdarah" pernah diterjemahkan dalam bahasa Inggris oleh Nugroho Suksmanto, penulis Renung dan Canda Pelawak Bersorban, Petualangan Celana Dalam, Impian Perawan, L.A. Underlover, Anak Mencari Tuhan dan Lauh Mahfuz.
Bloody Verses
Oleh: Nugroho Suksmanto
; an appreciation to Muhammad Rantauan Alwiy
blood comes out from verses
be understood in hatred reading
an anger to interpretation of faith
taking off the sense of humanity
ah, it's frightening !
God's name adopted as legitimation
and for yelling to burn the emotion
murdering their own family members
I wonder !
yet never be a problem
the colors and diversity
used to be just an ordinary
with no violence and torment
- "Mahabbah" juga dipublikasikan dengan judul "About Love". Pada rubrik "Puisi-Fiksiana" Kompasiana, 17 Desember 2012/ 20:55, puisi ini dipublikasikan dengan judul "About Love".
- "Tak Lekang Oleh Waktu" adalah salah satu hit single dari album musik ketiga karya Kerispatih yang dirilis pada Tahun 2008 melalui Nagaswara, Jakarta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar